Ansor Jabar : Sumpah Setia Banser Prajurit Nahdlatul Ulama

Sumpah Setia Prajurit Nahdlatul Ulama

Oleh : Vinanda Febriani

Sumpah Setia Banser Prajurit Nahdlatul Ulama
بسم الله الرحمن الرحيم

  (3x) أشهد أن لا اله الا الله وأشهد ان محمد رسول الله 

رضيت بالله ربا

وبالأسلام دينا

و بالقران إمام

وبمحمد نبيا و رسول



Kami prajurit Nahdlatul Ulama
Bersumpah setia
Mempertahankan Nahdlatul Ulama
Dari siapapun yang hendak menghancurkannya

Kami prajurit Nahdlatul Ulama Bersumpah Setia kepada negara Indonesia
Menjaga dan mempertahankan keutuhannya
Dari segala bentuk propaganda dan adu domba yang mengancamnya

Kami prajurit Nahdlatul Ulama Bersumpah
Tak akan pernah rela sedikitpun
Tak akan pernah ridho setitikpun
Ketika negeri kami diancam
Ketika bangsa kami di adu domba

Kami prajurit Nahdlatul Ulama
Tak akan pernah lari selangkahpun
Tak akan pernah menyerah kapanpun
Kami tetap setia berdiri
Menjaga para Ulama dan Kyai
Mempertahankan NU organisasi kami
Membentengi NKRI, negara tercinta kami
Karena kami ada untuk NU dan NKRI

Kami prajurit Nahdlatul Ulama Bersumpah segenap hati dan jiwa kami
Menjunjung nama baik Islam Rahmatan Lil Alamin di muka bumi ini
Mengamalkan amalan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah ideologi Islam kami
Menciptakan rasa aman,damai dan toleran demi kedaulatan bangsa kami
Menjaga dan mempertahankan NU dan NKRI, warisan leluhur kami

Kami prajurit Nahdlatul Ulama Bersumpah
Tidak akan goyah
Tidak akan takut
Tidak akan menyerah
Tidak akan pasrah
Walau darah kami terancam
Walau nyawa kami terancam
Kami tetap setia mengabdi
Menjaga,mempertahankan komitmen kami
Untuk agama, bangsa dan negeri

Kami prajurit Nahdlatul Ulama bersumpah
Siapa saja yang berani mengancam organisasi dan negara kami
Siapa saja yang berani mengadu domba kesatuan negara kami
Siapapun itu, kami tak akan pernah lari
Tidak lagi ada ruang dan toleransi untuk perusak kedaulatan negeri ini
Tak ada kata lain selain lawan dan hancurkan !

Sekali lagi aku merasa heran kepada sekelompok oknum yang mengaku “beragama” namun ia malah berperilaku layaknya orang tak beragama. Mereka mengaku punya Tuhan, namun mereka mendzalimi makhluk ciptaan-Nya. Hanya karena permasalahan sepele saja, hingga berani mengolok, mencaci, memaki, menfitnah bahkan mengkafirkan sesama saudaranya. Tidakkah semua manusia diciptakan memiliki hati nurani?. Lalu, dimana hati nurani mereka?.

Ya Tuhanku
Miris rasanya

Mengaku beragama, namun tidak mengindahkan tatanan agama itu sendiri. Apa jadinya?. Selalu menebar propaganda dan adu domba atasnama agama demi merebut nikmatnya jabatan tinggi yang sementara. Berlagak seperti pahlawan, kesana-kemari mengatasnamakan kepercayaan, namun sama sekali tidak mempunyai jiwa kemanusiaan.

Jabatan dengan cara itukah yang dicari?.
Sungguh betapa dzalimnya mereka. Masih banyak cara yang bijak untuk mendapatkan jabatan dunia ini, bukan dengan menebar propaganda dan adu domba yang mengatasnamakan agama, padahal agama tidak mengajarkan demikian.

Sejauh ini yang aku kenal, tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan keburukan. Pada dasarnya semua agama menginginkan pemeluknya menjadi seorang beragama yang berilmu, berakhlak dan berperikemanusiaan. Tidak ada agama yang mengajarkan untuk mengolok, mencaci-memaki, bahkan menfitnah atau membunuh manusia lain tanpa sebab jelas yang juga dibenarkan dalam agama itu.

Sungguh, semakin hari orang semakin berpandangan sempit mengenai apa itu “agama”. Hanya bermodal belajar agama secara tekstual, otodidak tanpa guru yang berilmu, namun malah dijadikan panutan dan guru. Lah, mau jadi apa nanti generasimu?.

Tindak teror dimana-mana, seakan itu adalah sebuah perjuangan “Jihad” yang benar dalam agama, menurut mereka. Namun percayalah, tidak ada agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk meneror sesama manusia. Itu hanyalah hayalan orang gila yang tergila-gila dengan hayalan mereka tentang surga dan 72 bidadari hayalannya.

Permusuhan dimana mana, tidak sepemikiran sedikit saja langsung dicaci, dimaki, di hina dengan sombongnya. Itukah ajaran agama yang mereka terima selama di dunia?.

Banyak guru yang bisa di jadikan suri tauladan, malah di tinggalkan. Sedang guru yang hanya berlagak sok-sok an, malah dijadikan panutan. Lah, terus bagaimana jika di mintai pertanggungjawaban?, berlagak umroh padahal nyatanya lari dari kenyataan. Ah, sungguh tidak berperikemanusiaan. Punya umat malah ditinggalkan. Saat senang umat dilupakan, sedang saat dirinya susah saja umat yang dilibatkan dan disalahkan. Apa apaan ini?.

Merasa paling suci, sampai memaafkan orang saja rasanya tak sudi. Di dalam lubuk hatinya terselip rasa dengki dan iri. Sukanya mencaci maki, tebar fitnah dan propaganda kesana kemari, giliran tercyduk malah nangis di hadapan polisi.

Miris rasanya.

Hey, dengarlah sekali lagi
Agamaku ini agama yang santun, Ia menuntun dan merangkul, bukan memukul.
Agamaku ini bersahabat dengan siapa saja yang menganggapnya sebagai sahabat.
Agamaku ini bukan agama pendendam, ia bersahaja, bermartabat, saling memaafkan dan berperikemanusiaan.
Agamaku ini bukan agama pendendam, yang selalu kau gunakan untuk dalih utama dalam merebut kekuasaan dan jabatan.

Agamaku ini agama damai, bukan agama pendendam.
Terus terang saja, aku tidak nyaman dengan tindakan orang-orang yang acapkali menggunakan agama atau kepercayaan untuk menjatuhkan martabat atau bahkan untuk membunuh seseorang demi merebut suatu keinginan ataupun kekuasaan. Aku tidak menyukai tindakan yang mereka lakukan, membawa dengan mencoreng nama dan makna “Agama” hanya untuk memperlancar kepentingan mereka.

Masih ingat apa yang dilakukan oleh Ibnu Muljam kepada Khalifah Ali?. Membunuh dengan alasan agama, padahal hanya karena perbedaan pandangan politik semata. Ku kira tragedi itu hanya ada di masa ke-Khalifahan saja. Namun nyatanya, saat ini telah banyak pemahaman yang sama (atau mirip) dengan Ibnu Muljam.

Perbedaan pandangan, pendapat dan keyakinan bukanlah menjadi alasan agar kita saling bertengkar bahkan hingga saling membunuh. Hal itu sama sekali tidak dibenarkan dalam agama apapun. Tidak ada agama yang mengajarkan permusuhan, pertengkaran, adu domba dan bahkan pembunuhan. Semua agama itu mengajarkan cinta kasih kepada sesama manusia. Hanya saja, terkadang manusia terlalu memupuk keegoisan dirinya sehingga dengan sesuka hati menafsirkan perintah atau larangan dalam agama tersebut.

Mari kita contoh suri tauladan kita dalam beragama (muslim). Yakni, Baginda Agung Nabiyullah Muhammad SAW. Pernahkah beliau membunuh atau memerangi manusia tanpa alasan yang jelas dan diperbolehkan serta diperintahkan oleh Allah?. Bahkan Ia menghormati seorang Yahudi tua, menyuapi seorang Kafir Quraisy yang buta. Padahal jika Rosulullah mau, maka dibunuhlah mereka. Namun tidak, Rosulullah sadar betul bahwa agama yang didakwahkannya adalah agama suci, agama penuh kasih sayang, agama yang rahmatan lil alamin. Bukanlah agama pendendam seperti yang saat ini telah banyak dimunculkan oleh oknum yang mengaku “beragama” di dunia ini. Juga bukan agama yang keras, bukan agama yang menghalalkan darah yang diharamkan oleh Allah (untuk membunuhnya), apalagi agama yang memusuhi toleransi dan budaya. Islam yang dibawa dan didakwahkan oleh Rosulullah adalah Islam yang Rahmatan lil alamin, Rahmat bagi seluruh alam.

Ingatlah bahwa manusia adalah makhluk, bukan Tuhan. Manusia hanyalah seorang hamba yang masih menghamba kepada Tuhannya. Tidaklah menjadi hak bagi kita untuk berlaku sewenang-wenang kepada makhluk lain, tidak terkecuali kepada sesama manusia, apapun alasannya.

Ingat tragedi yang terjadi di Egypt, Mesir pada Jum’at, (24/11/2017). Tragedi pengeboman dan penembakan orang-orang yang sedang khusu beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhannya, malah berakhir merana. Dilempar bom dan ditembaki peluru oleh suatu oknum yang konon mengaku beragama. Ratusan korban tewas, puluhan lain luka-luka. Jelas ini adalah sebuah pembantaian dan penistaan terhadap agama yang nyata. Sebab, agama tidaklah mengajarkan yang demikian. Terus terang saja, menurutku itu bukanlah tindakan yang mencerminkan sosok umat beragama, bahkan tidaklah mencerminkan sosok manusia yang memiliki hati nurani dan perikemanusiaan.

Berhentilah menggunakan ayat atau nama agama untuk merugikan bahkan mengancam nyawa manusia lain hanya karena keberbedaan suatu hal. Sebab upaya tersebut hanya membuat diri kita terjerumus kepada kemaksiatan dan kedzaliman. Jikapun kalian ingin berdakwah, maka dakwahlah dengan benar. Dakwahlah tanpa mencaci, memaki, menfitnah, mengadu domba bahkan mengancam atau membunuh jiwa manusia lain. Dakwahlah dengan hati yang tenang tanpa memusuhi atau membantai. Dakwah santun dan menuntun seperti yang diajarkan oleh Rasulullah.

Karena kita ini manusia yang masih menghamba, jadi jangan pernah bertindak semena-mena kepada siapapun tak terkecuali kepada yang berbeda. Sungguh, berbeda tanpa mempermasalahkan yang beda itu istimewa.

Agama bukan tempat untuk mengadu domba.
Tetaplah dalam lingkup kewarasan akal dan nurani kita.

Vinanda Febriani. Borobudur, 26 November 2017.

source : http://pwansorjabar.org/category/warta/agama-dan-tradisi/

Belum ada Komentar untuk "Ansor Jabar : Sumpah Setia Banser Prajurit Nahdlatul Ulama"