Peringatan Isra' Mi'raj di Polda DIY bersama Habib Luthfi

Peringatan Isra' Mi'raj  Nabi Muhammad  SAW tahun 1438 H/2017 di halaman Polda DI Yogyakarta
Melalui peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW kita mewujudkan ukhuwah dan tanaman akhlaqul Karimah dalam rangka merakit kebhinekaan NKRI.


Perjalanan Isra (diwaktu malam) dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha adalah perjalan spritual sekaligus napak tilas sejarah, dengan singgahnya beliau di sana, diperlihatkan tentang situs bersejarah peninggalan para nabi terdahulu.

Hikmahnya adalah agar sejarah tidak hilang, oleh karena itu sebagai umat dan bangsa kita berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan situs-situs bersejarah. Bangsa yang celaka adalah bangsa yang tidak mengetahui sejarahnya sendiri, lebih-lebih umat yang tidak mengetahui sejarah agamanya.


Dalam Al-Qur'an Allah SWT membuka terlebih dahulu dengan menyebutkan surat yang dinamai dengan nama para pelaku sejarah, seperti surat Yunus, Hud, Ibrahim, Yusuf, baru setelahnya surat Al-isra dan Maryam.

Surat Al-Isra' menjadi bukti pentingnya melestarikan situs sejarah, khususnya dalam perjalan beliau SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.

Bahkan setelah beberapa tahun, baginda Nabi SAW menerima perintah shalat menghadap masjidil Aqsha, tempat yang bersejarah yang menyatukan sejarah banyak nabi, hingga setelah itu berpindah arah kiblat dari masjid Al-Aqsha ke masjidil Haram, yang diabadikan peristiwa itu ketika Rasulullah Shalat di sebuah Masjid, dengan sebutan nama Masjid Qiblataini (dua arah kiblat).

Suatu yang luar biasa dalam peristiwa ini adalah ketika Isra baginda Nabi SAW diperlihatkan dengan situs-situs bersejarah, namun ketika Mi'raj beliau SAW justru dipertemukan dengan para nabi sebagai pelaku sejarah.

Sehingga dengan itu, maka para musuh Islam menghancurkan islam dengan mengkikis terlebih dahulu sejarah-sejarahnya, dengan dalih syirik, bid'ah dan lain-lain.

Betul, kita harus mewaspadahi dari hal-hal yang syirik dan bid'ah, tapi jangan dijadikan ia sebagai alat dan alasan untuk melenyapkan peninggalan sejarah Islam.

Peristiwa pulang perginya Baginda Nabi SAW untuk meminta keringan dalam jumlah rakaat shalat, sehingga membuatnya berulang-ulang kali melihat Wajhallah al-Karim Allah SWT, semata-mata merupakan sebuah keistimewaan dan anugerah khusus kepada Baginda Nabi SAW dan tidak dianugerahkan kepada para Nabi dan Rasul sebelum beliau.

Nabi Musa.as memohon di gunung Thurisina, namun hanya dianugerahi dapat berbicara, Sedangkan Baginda Nabi SAW, inilah Perjumpaan Penglihatan yang tidak dapat dibayangkan, Allah SWT Maha Suci dari segala kekurangan, dan Dia tidak seperti apa yang ada dalam bayangan otak dan pikiran mausia.

Fisik Rasulullah SAW sudah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk mampu menembus gravitasi, dimensi, galaksi-galaksi tanpa pakaian seperti astronot yang kita ketahui.

Kalau seorang bertanya, apakah Rasulullah SAW isra dan mi'raj dengan ruh dan jasadnya??
Kita jawab, iya, kita menyakini bahwa beliau SAW isra dan mi'raj dengan ruh dan jasadnya, dan apakah itu mustahil bagi Allah SWT?

Apakah kita keberatan untuk mengatakan bahwa Baginda Nabi SAW Diisra mi'rajkan dengan jasad dan ruhnya????

Untung Baginda Nabi saw tidak di-Isra Mi'rajkan sekaligus dengan rumah beliau.
Kekuasaan Allah SWT tidak dapat diukur dan dibatasi, demikian ditinjau dari sudut pandang ilmu Tauhid.

Lafald Abdihi dalam ayat tersebut, yang berarti hamba-Nya, sebagaimana tertera dalam surat Al-Isra, ketika menjelaskan tentang peristiwa isra mi'raj, menunjukkan ruh dan jasad, jasad tanpa ruh disebut mayat, dan ruh tanpa jasad tidak dapat disebut hamba.

Dalam tasawuf peristiwa Isra Mi'raj juga mengandung banyak syimbol dan arti tersirat, seperti bahwa dalam perjalanan menuju Allah SWT juga harus ada pemandunya atau guide, sebagaimana Nabi SAW dipandu oleh Jibril as.

Mi'raj menunjukkan maqam kenabian Baginda Nabi SAW yang sangat tinggi, dari bumi ke Mustawa dikawal Jibril as, dari Mustawa ke Sidratil Mutaha sendirian. Ketika perjalan dari Mustawa ke Sidratil Mutaha ditempuh seorang diri menunjukkan keistimewaan baginda Nabi saw, tak satu pun makhluk yang menyamainya.

Allah SWT menyanjung kepada baginda Nabi SAW, " Salam, rahmat dan berkah untuk engkau wahai nabi."

Baginda Nabi pun tidak melupakan umatnya, "Salam untuk kami dan hamba Allah yang shaleh."
 
Abah juga menyampaikan rahasia hikmah di dalam perintah shalat yang diterima oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, dimana di dalamnya kita diwajibkan membaca surat al Fatihah, yang terdapat kalimat 'ihdinash shirothal mustaqim'.

Tunjukilah kami, jalan yang lurus, jalan yang baik di dalam hubungan sosial dengan sesama, sebagai bangsa, sebagai warga negara.

Tunjukilah kami... Saudara-saudara kami yang sedang _naza'_ Sakaratul maut, Tunjukilah mereka agar dapat wafat dalam keadaan iman.

Tunjukilah kami... Saudara-saudara kami agar dapat menerima kehendak-Nya.

Maulana Abah al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya juga mengingatkan


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: 
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenaluhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.al-Hujurot:13)

Arti dari _ta'ruf_ teramat luas, yang pertama ta'aruf kesadaran bahwa kita dengan segala keaneka ragaman adalah bermula dari satu ayah, satu ibu, Adam dan Hawa.

Dari satu keturunan itu kemudian kita dijadikan berbagai suku dan bangsa dengan bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Dari bangsa arab, Amerika, Rusia, China, Indonesia dam lain sebagainya.

Bukan itu saja, kita perlu mengenali, ta'aruf akan kekayaan alam  dan potensi bangsa dari Sabang sampai Merauke. Dan bagaimana posisi strategisnya kepulauan  Indonesia di tengah poros  dunia.
Dengan mengenali kekayaan, potensi dan posisi strategisnya Indonesia kita menjadi tahu tantangan kita yang sesungguhnya sebagai bangsa yang memiliki sejuta pesona, ibarat seorang gadis lincah dan cantik jelita ditengah kerumunan para pejantan yang sewaktu-waktu siap menerkam. Semua ingin untuk mendapatkan Indonesia, untuk memiliki, menguasai dan menjarah bangsa dan negeri ini, Indonesia.

Dengan mengenali, ta'ruf yang demikian kita tentu (seyogyanya) terpanggil untuk ikut menjaga serta mempertahankan keutuhan dan kesatuan wilayah Indonesia.

Bukan hanya dari sisi nasionalis dan kebangsaan semata kita terpanggil, akan tetapi lebih jauh syariat Islam mengajarkan pada kita untuk menjaga dan mempertahankan hak milik kita sampai darah penghabisan. Dalam upaya yang demikian syara' memberikan apresiasi yang tinggi atas kecintaan seseorang pada bangsa dan tanah airnya dengan memberikan predikat sebagai seorang Syahid. 

Sebagaimana sabda beliau shallaallahu 'alaihi wasalam : 

من قتل دون ماله فهو شهيد


Barang siapa terbunuh karena membela hak miliknya apalagi tanah airnya, maka dia mati syahid.
Inilah bagian dari makna ta'aruf. Siapapun yang dapat dan mau menggali makna ta'aruf dengan mendalam pasti dia akan menjadi pembela sejati untuk bangsanya sebagaimana yang sudah dilakukan dan dicontohkan para ulama kita terdahulu. Tidak satu pun  dari mereka, kecuali pecinta NKRI dan pecinta Pancasila. Karena Pancasila terbukti mampu menjadi penyeimbang yang mempertemukan seluruh elemen bangsa hingga terselamatkan dari cerai berai.

Selanjutnya Alloh membekali kepada umat manusia agar tidak merasa lebih tinggi dari bangsa lainya, dengan ketegasan bahwa kemulyaan seseorang dan suatu bangsa ditentukan dari tingkat ketakwaan mereka.

Sesuai ayat diatas :

...Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu...

Bila semua bangsa memahami ayat ini, maka tidak bakal terjadi pertempuran di muka bumi.
Siapa yang paling bertakwa? Adalah Baginda NABI SAW. Oleh karenanya beliau adalah sosok suri teladan panutan bagi umat Islam. Akhlaknya, adabnya, perilakunya baik kepada Sang Pencipta, sesama manusia, hewan dan seluruh ciptaan Allah SWT.

Dalam ceramahnya Beliau juga mengungkapkan bagaimana kehinaan kita kepada Bangsa dan Negara Republik Indonesia, baik yang sudah dibatalkan oleh para pendahulu kita dalam hikmah perwayangan. Seperti cupu manik, koco benggolo,

Cintanya segala sesuatu dan menghormati segala sesuatu hasil karya dari bumi pertiwi ini.
Demikian rangkuman sebagian dari tausiyah Maulana Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya di Mapolda DI. Yogyakarta.